Konsep Gerakan Literasi Sekolah
I.
Konsep Gerakan Literasi Sekolah :
Konsep Literasi
Literasi lebih dari
sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber
pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini,
kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi.
Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan kom- ponen
literasi informasi sebagai berikut:
1.
Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan
(calculating), mempersepsikan
informasi (perceiving),
mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
2.
Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa
mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang
keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada
dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara
membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan
periodikal, memahami Dewey Decimal System
sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan,
memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam
memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian,
pekerjaan, atau mengatasi masalah.
3.
Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk
media yang berbeda, seperti media cetak,
media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media
internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa
dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum
terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang
pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan.
4.
Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang
mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware),
peranti lunak (software), serta etika
dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi
untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya,
juga pemahaman menggunakan komputer (Computer
Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer,
menyim- pan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak.
Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan
pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
5.
Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi
media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan
belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan
bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita,
baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah terkelola
dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang
benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Literasi
yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk
berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya
sebagai warga negara global (global
citizen).Dalam konteks Indonesia, kelima keterampilan
tersebut perlu diawali dengan literasi
usia dini yang mencakup fonetik, alfabet, kosakata, sadar dan memaknai materi
cetak (print awareness), dan
kemampuan menggambarkan dan menceritakan kembali (narrativeskills). Pemahaman literasi dini sangat penting dipahami
oleh masyarakat karena menjamurnya lembaga bimbingan belajar baca-tulis-hitung
bagi batita dan balita dengan cara yang kurang sesuai dengan tahapan tumbuh
kembang anak. Oleh karena itu, perlu diberi perhatian terhadap keberlangsungan
pendidikan literasi usia dini berlanjut ke literasi dasar.
Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu
kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk
memfasilitasi pengem- bangan komponen literasi peserta didik. Selain itu,
diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang keberpihakannya jelas
tertuju kepada komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik
terpajan dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta didik
berinteraksi dengan literasi visual. Sebagai langkah awal, dapat disimpulkan
bahwa diperlukan perubahan paradigma semua pemangku kepentingan untuk
terciptanya lingkungan literasi ini.
Komentar
Posting Komentar